![]() |
Menurut Grotberg (1999) resiliensi adalah kemampuan untuk bertahan dan beradaptasi serta kapasitas manusia untuk menghadapi dan memecahkan maslah setelah mengalami kesengsaraan. Memperhatikan paparan sejumlah literature, terdapat perbedaan titik tekan dari beberapa ilmuwan dalam memandang resiliensi. Sejumlah peneliti mengasosiasikan resiliensi dengan faktor internal individu yang bersifat bawaan. Beberapa peneliti lain lebih memandang resiliensi sebagai suatu proses yang dapat dilalui oleh siapa pun. Menurut pendapat yang kedua, resiliensi tidak semata-mata ditentukan oleh faktor bawaan melainkan juga faktor lain yang bersifat eksternal.
Membahas lebih lanjut dua penekanan tersebut, Ungar (2005) membedakan penggunaan istilah resiliensi yang berasal dari kata “resiliency” dengan resilience”, meskipun ketika dialihkan dalam Bahasa Indonesia keduanya tetap dituliskan secara sama, yaitu resiliensi. Resiliency digunakan untuk memberikan penjelasan atau gambaran tentang peran dominan dari berbagai kualitas internal individu dalam memunculkan adaptasi yang positif terhadap kesulitan.
Sementara istilah resilience digunakan untuk mendeskripsikan fenomena dan thriving. Namun, dibandingkan dengan perlibatan peran kualitas internal, istilah ini dipahami lebih dinamis sebagai sebuah proses yang melibatkan berbagai macam faktor yang saling berpengaruh satu sama lain. Dua pendapat ahli yang cukup banyak dirujuk oleh peneliti terkait identifikasi komponen resiliensi adalah Grotberg (1999) dengan tiga sumber resiliensinya. Grotberg (dalam Hendriani,2018) menyebutkan komponen resiliensi dengan istiah sumber. Menurutnya, terdapat tiga sumber resiliensi individu (three sources of resilience), yaitu, I have, I am, dan I can. Ketiganya saling berinteraksi dan menentukan bagaimana resiliensi individu kemudian
I Have
I have adalah sumber resiliensi yang berhubungan dengan besarnya dukungan sosial yang diperoleh dari sekitar, sebagaimana dipersepsikan atau dimaknai oleh individu. Sumber I have memiliki beberapa kualitas yang dapat menjadi penentu pembentukan resiliensi, yaitu:
- Hubungan yang berfondasikan kepercayaan (trust).
- Struktur dan peraturan yang ada dalam keluarga atau lingkungan ruma
- Model-model peran.
- Dorongan individu untuk mandiri (otonomi).
- Akses terhadap fasilitas seperti layanan kesehatan, pendidikan, keamanan, dan kesejahteraan
I Am
I am adalah sumber resiliensi yang berkaitan dengan kekuatan pribadi yang ada dalam diri individu. Sumber ini mencakup perasaan, sikap dan keyakinan pribadi. Beberapa kualitas pribadi yang mempengaruhi I am dalam membentuk resiliensi adalah:
- Penilaian personal bahwa dirinya memperoleh kasih sayang dan disukai oleh banyak orang.
- Memiliki empati, kepedulian dan cinta terhadap orang lain.
- Mampu merasa bangga dengan diri sendiri.
- Memiliki tanggung jawab terhadap diri sendiri dan dapat menerima resiko atas segala tindakannya.
- Optimis, percaya diri dan memiliki harapan akan masa depan.
I Can
I can adalah sumber resiliensi yang berkaitan dengan usaha yang dilakukan oleh individu dalam memecahkan suatu masalah menuju keberhasilan dengan kemampuan diri sendiri. I can berisi penilaian atas kemampuan diri yang mencakup kemampuan menyelesaikan persoalan, keterampilan sosial dan interpersonal. Sumber resiliensi ini terdiri dari:
- Kemampuan dalam berkomunikasi.
- Problem solving atau pemecahan masalah.
- Kemampuan mengelola perasaan, emosi dan impuls-impuls.
- Kemampuan mengukur temperamen sendiri dan orang lain.
- Kemampuan menjalin hubungan yang penuh kepercayaan.
Perasaan tidak berdaya saat berhadapan dengan tekanan dapat diubah menjadi kekuatan untuk berdaya dengan mengajarkan kepada individu lima faktor yang menjadi dasar bangunan (building blocks) resiliensi, terdiri dari: trust, autonomy, initiative, industry, dan identity. Kelimanya berkaitan dengan lima tahapan pertama perkembangan psikososial Erikson, dan kelimanya berkontribusi terhadap kemampuan individu dalam menghadapi, mengatasi, dan menjadi lebih tangguh di tengah berbagai pengalaman yang menekan.
Sebagaimana Erikson, Grotberg (dalam Hendriani, 2018) juga meyakini bahwa lima faktor yang berhubungan dengan tahapan perkembangan individu sejak lahir hingga akhir usia individu tersebut merupakan masa-masa membangun fondasi yang penting untuk menumbuhkan resiliensi dalam diri individu. Jika lingkungan individu memberikan kesempatan bagi individu mengembangkan trust, autonomy, initiative, industry, dan identity, maka I have, i am, dan I can juga akan terus menguat, berfungsi optimal memberi ketangguhan jika suatu saat individu berhadapan dengan pengalaman yang menekan.
Berdasarkan penjelasan Grotberg (dalam Hendriani, 2018), setiap bagian dari faktor/building blocks merupakan dasar pembangun dari masing-masing komponen/sumber resiliensi. Kepercayaan yang baik pada sekitar akan menguatkan komponen I have, karena inidvidu akan meyakini bahwa individu memiliki banyak sumber dukungan jika suatu saat memerlukan bantuan di saat-saat berhadapan dengan situasi sulit. Otonomi dan identitas menjadi dasar tumbuhnya I am, yang mempresentasikan pemahaman yang baik atas diri sendiri. Sementara inisiatif dan industri adalah dua dasar yang membangun I can, yaitu keyakinan pada kemampuan diri dakam mengatasi berbagai persoalan.
Namun demikian, mengingat bahwa kelima faktor tersebut sejalan dengan tahapan perkembangan psikososial Erikson, maka di dalam masing-masing tahapan juga memuat gambaran interaksi antara I have, I am, dan I can yang di hasilkan:
- Trust (
Kepercayaan)
Faktor ini menggambarkan bagimana individu percaya pada lingkungan yang mampu memahami kebutuhan, perasan, serta berbagai hal dari kehidupannya. Jika seorang individu sejak awal perkembangannya dibimbing dan diasuh dengan penuh kasih sayang, maka individu tersebut akan mampu mengembangkan relasi sehat berdasarkan kepercayaan. Individu tersebut akan memiliki trust, meyakini bahwa lingkungan memberikan dukungan kepadanya. Dengan kata lain, individu tersebut merasa memiliki berbagai sumber dukungan dari sekitar (I have) seperti orangtua dan saudara yang menyayangi dan memperhatikan, dan sebagainya. Maka, individu akan tumbuh persepsi bahwa dirinya adalah pribadi yang dicintai oleh sekitar (I am), sehingga lebih lanjut persepsi positif terhadap diri tersebut akan menguatkan dan menjadi pegangan untuk mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya dan melakukan segala sesuatu dengan kemampuannya (I can) .
- Autonomy (Otonomi)
Faktor otonomi berkaitan dengan bagaimana individu mampu menyadari bahwa dirinya adalah pribadi yang berbeda dan terpisah dari orang lain, meskipun saling berinteraksi di lingkungan sosialnya. Pernyataan tersebut menunjukkan kesadaran bahwa ada otonomi di dalam interaksi.
Jika lingkungan memberikan kesempatan pada individu untuk menumbuhkan otonomi di dalam dirinya serta menerima adanya batasan-batan perilaku (I have), maka individu tersebut akan dapat menghargai dirinya karena menyadari dirinya adalah individu yang mempunyai peran (I am), sehingga kemudian individu akan mampu berempati, memberikan perhatian terhadap orang lain, dan bertanggung jawab atas perilakunya. Hal ini nantinya akan menjadi modal bagi individu untuk mampu mengelola berbagai perasaan dan impuls (I can).
- Initiative (inisiatif)
Faktor ini berhubungan dengan kemampuan dan kesediaan individu dalam melakukan sesuatu. Inisiatif memengaruhi individu untuk ikut serta dalam berbagai kegiatan kelompok atau menjadi bagian dari kelompok. Ketika seorang individu telah memiliki inisiatif, maka individu tersebut akan dapat menjalin hubungan yang berfondasikan kepercayaan, memiliki kesadaran akan perilakunya, serta menerima motivasi dari lingkungan untuk mandiri (I have).
Inisitif juga dapat membuat individu menyadari bahwa dunia merupakan gabungan dari berbagai macam kegiatan yang mana setiap individu dituntut untuk terlibat secara aktif. Kesadaran ini akanmembuat individu sebagai pribadi yang tenang dan baik hati, individu yang penuh perhatian dan bertanggung jawab, serta mempunyai kepercayaan diri, optimisme dan harapan (I am). Kondisi ini nantinyaakan menjadikan individu dapat menghasilkan ide-ide dan inovasi dalam melakukan sesutau, mengekspresikan perasaan dan pikiran, mampu menyelesaikan masalah, mengelola perilaku dan perasaan, serta mencari bantuan yang dibutuhkan (I can).
- Industry (Industri)
Faktor industry berkaitan dengan pengembangan keterampilan individu yang berhubungan dengan berbagai aktivitas rumah, sekolah dan lingkungan sosial. Pengembangan keterampilan ini dapat membuat individu mampu mencapai prestasi di dalam kehidupannya, dan prestasi ini akan menentukan penerimaan diri individu di lingkungannya.
pengembangan faktor industri, individu perlu memiliki role model yang baik serta mempunyai sumber dorongan untuk menjadi individu yang mandiri (I have). Oleh karena itu, individu akan mampu merencanakan masa depan dan bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan (I am), dan selanjutnya meningkatkan kemampuan individu tersebut dalam mencari solusi, mencari jalan keluar suatu masalah serta mencari bantuan (I can).
- Identity (Identitas)
Identitas merupakan faktor pembangun resiliensi yang berkaitan dengan pengembangan pemahaman individu akan dirinya sendiri (baik pemahaman terhadap kondisi fifik mauapun psikologis). Identitas membantu individu mendefinisikan gambaran dirinya dan memengaruhi citra dirinya sendiri. Jika individu tersebut memiliki lingkungan yang selalu memberikan dukungan, kasih sayang dan berbagai pengalaman poitif (I have), maka individu tersebut akan menerima keadaan diri dan orang lain di sekitarnya (I am). Kondisi yang demikian akan menumbuhkan perasaan mampu untuk dapat mengendalikan, mengarahkan dan mengatur diri dengan baik (I can).
Posting Komentar
0Komentar